-Penguin
-Warning!!!!
-Orang yang Baik akan :
1.Mencopy artikel dari sini denga menyertakan SUMBER-nya
2.Bertindak sopan di page manapun ia berada
3.Memberikan komentar beserta kritik dan Saran setelah membaca.
Saya yakin yang berkunjung ke blog saya Baik Semua :)
Terima kasih!
-Butuh Terjemahan??
Bagaimana Hukum Menelan Dahak Atau Ludah Ketika Puasa Ataupun Shalat?
Diantara
aktivitas yang dilakukan manusia ketika berpuasa tidak akan lepas dari menelan
ludah dan mengeluarkan dahak. Berikut akan dikupas masalah ini berdasarkan
beberapa keterangan dari hadis dan para ulama yang disadur dari karya : Abu
Abdillah Gharib bin Abdillah al-Atsari, yang disebarkan melalui forum Multaqa
al-Hadits dan dari tanya jawab islam di situs islamqa.com, dibawah
bimbingan Syaikh Muhammad Sholeh Al-Muhajid;
Dalam bahasa
arab, ada banyak kata untuk menyebut kata “dahak” : nukha’ah, nukhamah,
mukhath, balgham, atau nughafah. Ibn Hajar mengatakan: “Tidak ada
beda dalam makna, antara nukhamah dan mukhath. Karena itu, salah satu diantara
keduanya sering digunakan untuk dalil bagi yang lain.” (Fathul Bari,
1:510)
Dahak dan
ludah memiliki hukum yang sama. Ibn Hajar mengatakan: “Imam Bukhari berpendapat
bahwa hukum dahak dan ludah adalah sama, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah melihat dahak yang menempel di masjid, kemudian beliau
bersabda: ‘Janganlah kalian meludahkan…’. Ini menunjukkan bahwa
hukum kedua cairan tersebut adalah sama. Allahu a’lam” (Fathul Bari,
1:511)
Hukum Dahak
Kesimpulan
yang nampak berdasarkan banyak dalil bahwa dahak, ludah dan segala jenisnya
adalah cairan suci dan tidak najis. Disebutkan dalam riwayat Bukhari, dari Anas
bin Malik radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah melihat dahak yang menempel di tembok masjid. Kemudian beliau kerik
dengan tangannya, kemudian bersabda: “Ketika kalian sedang melaksanakan
shalat, sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Rabnya (Allah). Karena itu
janganlah dia meludah ke arah kiblat, namun meludahlah ke arah kirinya atau ke
arah bawah sandalnya. Kemudian dia ambil ujung pakaiannya dan dia ludahkan di
pakaiannya.”
Kandungan
hadis ini menjadi dalil bahwa orang yang shalat dibolehkan untuk meludah di
tengah-tengah shalat. Dan aktivitas ini tidak membatalkan shalatnya. Dalam
hadis ini juga terdapat dalil bahwa ludah, demikian pula dahak adalah cairan
suci. Tidak sebagaimana pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa segala
sesuatu yang menjijikkan maka hukumnya haram. Allahu a’lam. (Aunul
Ma’bud, 2: 98 – 99)
Syaikh
Sholeh al-Fauzan pernah ditanya: Apa hukum ludah yang keluar dari seseorang
ketika tidur? Apakah cairan ini keluar dari mulut ataukah dari lambung?
Beliau
menjawab:
Air liur
yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur bukanlah cairan najis. Karena
hukum asal: segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia adalah suci, kecuali
ada dalil yang menjelaskan bahwa itu najis. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.”
(HR. Bukhari dalam shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah). Karena itu, air liur,
keringat, air mata, dan cairan yang keluar dari hidung, semua ini adalah benda
suci. Karena inilah hukum asal. Sedangkan air kencing, kotoran, dan semua yang
keluar dari dua lubang, depan dan belakang adalah najis. Air liur yang keluar
dari seseorang ketika tidur, termasuk benda-benda yang suci. Demikian pula
dahak dan semacamnya. Oleh karena itu, tidak wajib bagi seseorang untuk
mencucinya dan mencuci bagian pakaian dan karpet yang terkena liur atau dahak.
(al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan, Volume 5 no. 8)
Apakah
menelan dahak membatalkan puasa?
Ulama
berselisih pendapat tentang hukum menelan dahak ketika puasa, apakah termasuk
pembatal ataukah tidak?
Ibn Qudamah
menyebutkan satu pembahasan khusus di al-Mughni. Beliau mengatakan:
Sub-bab:
jika ada orang puasa yang menelan dahak, dalam hal ini ada dua pendapat dari
Imam Ahmad: pertama, puasanya batal. Hambal pernah mengatakan:
Saya mendengar Imam Ahmad mengatakan: Jika ada orang mengeluarkan dahak,
kemudian dia telan lagi maka puasanya batal. Karena dahak berasal kepala
(pangkal hidung). Sementara ludah berasal dari mulut. Jika ada orang yang
mengeluarkan dahak dari perutnya (pangkal tenggorokannya) kemudian menelannya
kembali maka puasanya batal. Ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i. Karena
orang tersebut masih memungkinkan untuk menghindarinya, sebagaimana ketika ada
darah yang keluar atau karena dahak ini tidak keluar dari mulut, sehingga mirip
dengan muntah.
Kedua, pendapat kedua Imam Ahmad, menelan
dahak tidaklah membatalkan puasa. Beliau mengatakan dalam riwayat dari
al-Marudzi: “Kamu tidak wajib qadha, ketika menelan dahak pada saat berpuasa,
karena itu satu hal yang biasa berada di mulut, bukan yang masuk dari luar,
sebagaimana ludah.” (al-Mughni, 3:36)
Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya tentang hukum menelan dahak bagi
orang yang puasa, beliau menjelaskan:
Menelan
dadak, jika belum sampai ke mulut maka tidak membatalkan puasa. Ulama madzhab
hambali sepakat dalam hal ini. Namun jika sudah sampai ke mulut, kemudian dia
telan, dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Ada yang mengatakan: Itu
membatalkan puasa, karena disamakan dengan makan dan minum. Ada juga yang
mengatakan: Tidak membatalkan puasa, karena disamakan dengan ludah. Karena
ludah tidak membatalkan puasa. Bahkan andaikan ada orang yang mengumpulkan
ludahnya kemudian dia telan maka puasanya tidak batal.
Sikap yang
tepat, ketika terjadi perselisihan ulama, kembalikan kepada al-Quran dan
sunnah. Jika kita ragu dalam suatu hal, apakah termasuk pembatal ibadah ataukah
tidak, hukum asalnya adalah tidak membatalkan ibadah. Berdasarkan hal ini,
menelan dahak tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, yang lebih penting,
hendaknya seseorang tidak menelan dahak dan tidak berusaha mengeluarkannya dari
mulutnya ketika berada di tenggorokan. Namun jika sudah sampai mulut, hendaknya
dia membuangnya. Baik ketika sedang puasa atau tidak lagi puasa. Adapun,
keterangan ini bisa membatalkan puasa, maka keterangan ini butuh dalil.
Sehingga bisa menjadi pegangan seseorang di hadapan Allah bahwa ini termasuk
pembatal puasa. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, Volume 17, no. 723)
Sayyid Sabiq
ketika membahas tentang hal-hal yang dibolehkan ketika puasa, beliau mengatakan:
“Demikian pula, dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak mungkin bisa
dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan tepung, atau
dedak…” (Fiqh Sunnah, 1:342)
Sebagaimana
yang kita pahami, keluarnya dahak, ludah dan semacamnya, adalah satu hal yang
biasa bagi manusia. Karena ini merupakan bagian metabolisme dalam tubuhnya.
Karena kita yakin bawa hal ini juga dialami banyak sahabat di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Andaikan menelan ludah atau dahak bisa membatalkan
puasa, tentu akan ada riwayat, baik hadis maupun perkataan sahabat yang akan
menjelaskannya. Karena Allah tidak lupa ketika menurunkan syariatnya, sehingga
tidak ada satupun yang ketinggalan untuk dijelaskan. Lebih-lebih, ketika hal
itu berkaitan dengan masalah ibadah. Demikian, kesimpulan yang lebih kuat dalam
masalah ini. Allahu a’lam
Menelan
ludah ketika shalat
Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ditanya apakah menelan dahak bisa membatalkan
puasa dan membatalkan shalat?
Beliau
menjelaskan:
Pertama,
para ulama tidaklah sepakat dalam hal ini. Bahkan pendapat Imam Ahmad dalam hal
ini ada dua riwayat, apakah membatalkan ataukah tidak.
Kedua, yang
dimaksud menelan dahak yang bisa membatalkan puasa adalah dahak yang sampai di
mulut. Adapun dahak yang masih di tenggorokan, kemudia masuk ke dada maka ini
tidak membatalkan puasa. Saya tidak membayangkan ada orang yang menelan
dahaknya ketika sudah sampai di mulutnya. Karena benda ini menjijikkan. Hanya
saja, apapun itu, para kebanyakan ulama madzhab hambali berpendapat bahwa jika
dahak sudah sampai di mulut kemudian di telan maka puasanya batal.
Diqiyaskan
dengan keterangan di atas, jika menelan dahak ini terjadi di dalam shalat maka
shalatnya batal. Ini jika kita katakan, menelan dahak sama dengan makan. Namun
belum pernah aku jumpai bahwa mereka (ulama madzhab hambali) menjelaskan
tentang masalah menelan dahak ketika shalat. Disamping, pendapat yang
menyatakan bahwa menelan dahak yang sudah sampai mulut bisa membatalkan puasa
adalah pendapat yang perlu dikritisi. Karena menelan dahak tidak bisa disebut
makan atau minum, dan dahak itu tidak masuk ke perutnya, tapi memang sejak awal
sudah berada di dalam perutnya. Meskipun mulut dianggap bagian luar perut dan
bukan bagian dalam. (Liqa al-Bab al-Maftuh, vol. 17, no. 116)
Syaikh
Shaleh Munajid memberikan kesimpulan:
Mengingat
dahak tidaklah najis, bukan termasuk makanan maupun minuman, dan juga tidak
bisa dianalogikan dengan makan maupun minum, maka jika orang yang shalat
menelan dahaknya, shalatnya sah. Lebih-lebih jika dia terpaksa harus menelannya
dan tidak mungkin meludahkannya.
Sumber :
muslimah.or.id
10.42
|
Label:
-About Islam
|
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Pages
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar